Permakaian Albumin Pada Sirosis Hepatis
Menurut pakar
Dr. Siti Nurdjanah, Mkes, SpPD, KGEH.
Albumin merupakan koloid alamiah pertama yang digunakan sebagai volume expander sehubungan dengan fungsinya dalam meningkatkan tekanan ankotik intravaskular sehingga mampu memperbesar volume intravaskular dan memperbaiki perfusi jaringan. Albumin juga berfungsi sebagai alat transport beberapa zat penting seperti lemak, toksin, obat-obatan.
Indikasi penggunaan albumin.
1. Hipovolemia (pada pasien dengan hidrasi baik).
2. Hipoalbuminemia pada malnutrisi, luka bakar, bedah mayor, infeksi (syok septik), ekskresi ginjal yang berlebihan.
3. Pengobatan pada luka bakar berat (setelah 24 jam pertama).
4. ARDS (Adult Respiratory Distress Syndrome) dan edema pulmo.
5. Pre atau paska operasi bypass kardiopulmoner.
6. Untuk mengikat dan mengeluarkan bilirubin toksik pada neonataus dengan penyakit heolitik.
Sejak beberapa dekade yang lalu infus albumin merupakan bagian dari penatalaksanaan pasien sirosis hepatis dengan asites, bertujuan untuk mengurangi perbentukan asites dan/atau memperbaiki sirkulasi dan fungsi ginjal.
Sebuah studi menunnjukkan bahwa pada pasien sirosis hati dengan asites permagna yang menjalani parasistesis disertai pemberian albumin, tidak terjadi gangguan elektrolit, peningkatan serum kreatinin maupun peningkatan plasma renin. Sementara itu Compean dkk (2002) telah membandingkan pemakaian dextran-40 dengan albumin pada 48 pasien sirosis yang menjalani parasistesis. Disfungsi sirkulasii detemukan sebanyak 42% pada kelompok dextran-40 dan 20% pada kelompok albumin dengan peningkatan aktivitas plasma renin pada kelompok dextran-40 sebesar 51% dan pada kelompok albumin sebesar 15%. Dengan demikian terjadi perbedaan yang bermakna.
Pada komplikasi sirosis berupa peritonitis bakterial spontan (PBS), Sort dkk (1999) telah melakukan studi yang membandingkan pemberian cefotaxim saja dengan cefotaxim ditambah albumin pada 125 pasien PBS. Gangguan ginjal terjadi pada 33% kelompok cefotaxim dan 10% kelompok cerotaxim dengan albumin. Angka mortalitas pada kelompok cefotaxim sebesar 41% sedangkan pada kelompok cefotaxim dengan albumin sebesar 22%. Pada pada komplikasi sindroma hepatorenal, yang ditemukan pada 40-80% pasien sirosis. Pemberian jangka panjang kombinasi midodrine oral dan octreotide bersamaan dengan infus albumin 20% dosis 50-100 ml/hari selama 20 hari, telah menunjukkan adanya perbaikan aliran plasma ginjal, laju filtasi glomerulus dan ekskresi natrium urin yang bermakna.
Kesimpulan
Meskipun pemakaian albumin dalam bidang gastrointestinal ataupun penyakit lainnya masih diperdebatkan, tetapi beberapa studi menunjukkan adanya efikasi pada pencegahan dan penanganan disfungsi sirkulasi dan sindroma hepatorenall pada pasien sirosis; yang meskipun sifatnya sementara, tetapi dapat menurunkan mortalitas dan morbiditas.
Dr. Sutanto Maduseno, SpPD
Efek samping albumin
1. Keluhan yang mungkin timbul : demam, nausea, menggigil, dan urtikaria.
2. Toksisitas aluminium pada gagal ginjal.
3. Hipokalsemia karena albumin mengikat kalsium.
4. Hemolisis, jika diberikan larutan albumin hipotonik dalam jumlah besar.
5. Hipervolemia dan gangal jantung kongestif, bila albumin berlebihan.
6. Menurut BPL Medical Depertment : adverse reaction 1 dalam 17.200 (albumin 5%), dan dalam 78.200 (albumin 25%) serta tidak didapatkan reaksi yang serius dan fatal.
Permberian infus albumin pada pasien sirosis sampai sejauh ini masih diperdebatkan, karena hanya berdasarkan pengalaman klinis, tidak didukung oleh penelitian prospektif, biaya mahal, ketersediaan terbatas dan berdasarkan suatu metaanalisis, albumin justru meningkatkan mortalitas pada pasien kritis.
Bass (1999) melaporkan bahwa pemberian albumin sebagai volume expander pada sirosis dengan asites belum pernah memperihatkan keunggulannya dalam survival, manfaat terapeutiknya belum jelas, serta memerlukan banyak biaya.
Gines (2002) menyatakan bahwa tidak terdapat bukti yang mendukung efektivitas albumin terhadap perbaikan fungsi ginjal. Perbaikan fungsi ginjal yang nyata hanya ditemukan pada pasien yang memiliki fungsi ginjal normal atau sedikit melemah, sedangkan pada gagal ginjal sedang sampai berat tidak didapatkan respon yang menguntungkan.
Cochrane Injuries group albumin reviewers telah melakukan metaanalisis terhadap 30 penelitian RCT (Random Controlled Trial) yang membandingan permberian albumin atau fraksi protein plasma dengan kristaloid pada 1419 pasien penyakit kritis dengan hipovolemia, luka bakar atau hipoalbuminemia. Hasilnya adalah tidak terdapat bukti bahwa albumin menurunkan mortalitas tetapi ditemukan petunjuk bahwa albumin dapat meningkatkan risiko kematian pada pasien tersebut. Risiko kematian pada pasien yang mendapatkan albumin 6% lebih tinggi (95% CL; 3-9%) dibandingkan dengan pasien yang tidak mendapatkan albumin. Data dari metaanalisis tersebut menunjukkan bahwa pemakaian albumin pada pasien kritis sangat penting untuk diteliti kembali.
Kesimpulan
Berdasarkan pada beberapa laporan penelitian, sejauh ini pemberian albumin dalam klinik masih bersifat kontroversial. Meskipun ada penelitian yang melaporkan manfaat dari pemberian albumin, tetapi penelitian lainnya menemukan adanya peningkatan risiko kematian pada pasien kritis yang mendapatkan albumin.
Prof. Dr. Laurentius A. Lesmana, SpPD
Indikasi infus albumin pada sirosis hepatis.
1. Asites Refrakter.
2. Peritonitis Bakteri Spontan (PBS).
3. Sindroma Hepatorenal (SHR).
4. Hipoalbuminemia Berat Dengan Komplikasi.
Komplikasi lain dari sirosis adalah sindroma hepatorenal (SHR) dan peritonitis bakteri spontan (PBS).
SHR tipe I ditandai dengan reduksi progresif akut fungsi ginjal dimana terjadi penggandaan kreatinin serum awal sampai > 2.5 mg/dl atau penurunan klirens kreatini 24 jam pertama sebesar 50% ( sampai < 20 ml/menit ) dalam waktu kurang dari 2 minggu.
SHR tipe II memiliki perjalanan yang tidak terlalu progresif. Penatalaksanaan SHR meliputi infus albumin disertai dengan obat vasoaktif (seperti octreotide dan midodrine).
Diagnosis PBS ditegakkan berdasarkan hasil positif dari kultur bakteri cairan asites dan peningkatan jumlah PMN absolut (lebih atau sama dengan 250 sel/mm3) tanpa sumber infeksi intra abdominal nyata yang bisa deterapi secara bedah. Pada keadaan ini harus dilakukan parasintesis dan anilisis terhadap cairan asites.
Baru-baru ini telah dikembangkan suatu alat untuk mengurangi efek toksik , yaitu regim dilasat yang mengandung albumin yang disebut MARS (Molecular Adsorbent Recirculating System). Prinsip MARS adalah mengeluarkan toksin yang dalam keadaan normal dibersihkan oleh ginjal dan dikeluarkan oleh hati. Human albumin akan mengikat toksin seperti bilirubin, produk degradasi protein dan zat yang terakumulasi pada sirosis hati.
MARS diindikasikan unutk disfungsi hati dan gagal hati, sindroma hepatorenal dan komplikasi pasca transplantasi hati.
Kesimpulan
Albumin bukan merupakan indikasi rutin pada sirosis hati, karena asites umumnya bisa diatasi dengan pemberian diuretik. Tetapi pada beberapa penyulit seperti asites refrakter, peritonitis bakteri spontan dan sindroma hepatorenal, albumin memberikan manfaat yang bermakna. Selain itu, baru-baru ini albumin juga merupakan bagian dari regim dialisat MARS yang dikembangkan untuk membantu mengurangi toksik pada disfungsi hati.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar