Rabu, 15 Juli 2009

TENTANG WAHABIYAH/WAHABI

Sekilas 'al-wahabiyah'

Mazhab 'al-wahabiyah' ini didirikan Muhammad bin `Abdul Wahhâb dari keluarga klan Tamîm yang menganut mazhab Hanbali. Ia lahir di desa Huraimilah, Najd, yang kini bagian dari Saudi Arabia, tahun 1111 H [1700 M] Masehi dan meninggal di Dar'iyyah. tahun 1206 H [1792 M.]. Ia sangat terpengaruh oleh tulisan-tulisan seorang ulama besar bermazhab Hanbali bernama Ibnu Taimiyah yang hidup di abad ke 4 M.. Untuk menimba ilmu, ia juga mengembara dan belajar di Makkah, Madinah, Baghdad dan Bashra [Irak], Damaskus {Syria], Iran, termasuk kota Qum, Afghanistan dan India. Di Baghdad ia mengawini seorang wanita kaya. Ia mengajar di Bashra selama 4 tahun

Ketika pulang ke kampung halamannya ia menulis bukunya yang kemudian menjadi rujukan kaum pengikutnya, Kitâbut'Tauhîd . Para pengikutnya menamakan diri kaum Al-Muwahhidûn (para pengesa Tuhan). Ia kemudian pindah ke `Uyaynah. Dalam khotbah-khotbah Jumat di `Uyaynah, ia terang-terangan mengafirkan semua kaum Muslimin yang dianggapnya melakukan bid'ah [inovasi], dan mengajak kaum Muslimin agar kembali menjalankan agama seperti di zaman Nabi. Di kota ini ia mulai menggagas dan meletakkan teologi ultra-puritannya. Ia mengutuk berbagai tradisi dan akidah kaum Muslimin, menolak berbagai tafsir Al-Qur'ân yang dianggapnya mengandung bid'ah atau inovasi. Mula-mula ia menyerang mazhab Syiah, lalu kaum sufi, kemudian ia mulai menyerang kaum Sunni.

Tatkala masyarakat mulai merasa seperti duduk di atas bara, ia diusir penguasa [amîr] setempat pada tahun 1774.Ia lalu pindah ke Al-Dar'iyyah, sebuah oase ibu kota keamiran Muhammad bin Sa'ûd, masih di Najd Tahun 1744 Muhammad bin Su'ûd, amir setempat dan Muhammad bin `Abdul Wahhâb saling membaiat untuk mendirikan negara teokratik dan mazhabnya dinyatakan mazhab resmi Ibnu Su'ûd sebagai amîr dan Muhammad bin `Abdul Wahhâb jadi qadhi. Ibnu Su'ûd mengawini salah seorang putri Muhammad bin `Abdul Wahhâb.

Penaklukan dan pembantaian pun dilakukan, terutama terhadap kabilah-kabilah dan kelompok yang menolak mazhab mereka, hingga terbentuklah sebuah emirat lalu diubah menjadi monarki dengan nama keluarga, Saudi Arabia, sejak tahun 1932 sampai sekarang.

Pada bulan April tahun 1801, mereka membantai kaum Syî'ah di Karbalâ'. Seorang penulis Wahhâbi menulis: `Pengikut Ibnu Su'ûd mengepung dan kemudian menyerbu kota itu. Mereka membunuh hampir semua orang yang ada di pasar dan rumah-rumah. Harta rampasan [ghanîmah] tak terhitung Mereka hanya datang pagi dan pergi tengah hari, mengambil semua milik mereka. Hampir dua ribu orang dibunuh di Karbalâ'

Muhammad Finati, seorang mualaf Italia yang ikut dalam pasukan Khalifah `Utsmaniyyah yang mengalahkan kaum Wahhâbi menulis : `Sebagian dari kami yang jatuh hidup-hidup ke tangan musuh yang kejam dan fanatik itu, .dipotong-potong kaki dan tangan mereka secara semena-mena dan dibiarkan dalam keadaan demikian. Sebagian dari mereka, aku saksikan sendiri dengan mata kepala tatkala kami sedang mundur. Mereka yang teraniaya ini hanya memohon agar kami berbelas kasih untuk segera mengakhiri hidup mereka.'

Kabilah-kabilah yang tidak mau mengikuti mazhab mereka dianggap kafir `yang halal darahnya'. Dengan demikian mereka tidak dinamakan perampok dan kriminal lagi, tapi kaum `mujâhid' yang secara teologis dibenarkan membunuh kaum `kafir' termasuk wanita dan anak-anak, merampok harta dan memperkosa istri dan putri-putri mereka yang dianggap sah sebagai ghanîmah. Hanya sedikit yang dapat melarikan diri.

Setelah lebih dari 100 tahun kemudian, kekejaman itu masih juga dilakukan. Tatkala memasuki kota Thâ'if tahun 1924, mereka menjarahnya selama tiga hari. Para qadi dan ulama diseret dari rumah-rumah mereka, kemudian dibantai dan ratusan yang lain dibunuh

Kerajaan Inggris membantu Wahhâbisme dengan uang, senjata dan keterampilan, sehingga kekuasaan Ibnu Su'ûd menyebar ke seluruh Jazirah Arab yang pada masa itu berada dalam kekhalifahan `Utsmaniyyah dengan tujuan melemahkan khilafah itu. Orang bisa membacanya dalam buku Hempher, `Confession of a British Spy'. Tahun 1800 seluruh Jazirah Arab telah dikuasai dan keamiran berubah menjadi kerajaan Saudi Arabia

Umumnya kaum intelektual dan ulama Sunnî – penganut 4 mazhab `resmi' Hanafi, Syafi'i, Maliki dan Hanbali– menganggap kaum Wahhabi, termasuk pendirinya, sebagai orang-orang yang berpikir sangat linier, literer sambil menolak metafoar [majâz], sangat denotatif dalam memahami ayat-ayat Al-Qur'ân maupun hadis. Mereka menganggap mazhab selain sebagai sesat dan menyesatkan dengan berpatokan pada hadis: `Kullu bid'ah dhalâlah wa kullu dhalâlah fî n-nâr', 'semua inovasi itu sesat dan semua yang sesat itu masuk neraka.' Kata 'bid'ah' yang mereka tuduhkan hanyalah euphemism, kata pelembut, untuk `kafir', dan menganggap berziarah ke kubur termasuk kubur Nabi, tawassul, baca qunût, talqîn. tahlîl, istighâtsah berzikir berjamaah, membaca burdah yang berupa puji-pujian pada Nabi yang biasa dilakukan kaum Muslimin adalah sebagai bid'ah, dan pelakunya akan masuk neraka, alias kafir.

Oleh karena itu, tempat-tempat bersejarah Islam seperti rumah tempat lahir Nabi, rumah Ummul Mu'minîn Khadîjah, tempat tinggal Nabi dihancurkan. Kalau tidak diprotes kaum Muslimin sedunia, kuburan Nabi pun sudah diratakan dengan tanah.

Di Indonesia, misalnya, kaum Nahdhiyyîn `kebingungan', karena kaum Wahhabi 'membajak' atribut Ahlussunnah Waljamaah, padahal istilah ini yang biasa dipakai oleh penganut keempat mazhab Sunnah, mazhab Syafi'i, Hanbali, Hanafi dan Maliki. Akhir-akhir ini mereka ikut-ikutan memakai jubah dan serban seperti kaum Nahdhiyyîn. Entah bertaqiyah atau bertawriyah, kadang kala gerombolan 'mazhab horor' ini juga ikut-ikutan menghadiri acara zikir, sebagaimana dilakukan Jakfar Talib yang beraliansi dengan Ilham Arifin atau Abubakar Baasyir yang memperagakan busana 'habib'.

Belakangan ini kita sering mendengar berita tentang eskalasi kekerasan di Saudi Arabia, termasuk penghancuran pipa minyak, yang dilakukan oleh kaum fundamentalis wahhabi, yang disebut-sebut sebagai tempat kelahiran Al-Qaeda.

Bidan yang melahirkan wahabisme adalah kekuatan Imperialis Inggris, dan kini menjadi 'kartu as' pemerintahan biadab AS untuk menciptakan perpecahan dalam tubuh umat Islam. Nampaknya, skenario keji ini mulai menunjukkan hasil yang menggembirkan bagi AS dan kekuatan anti Islam ketika isu-isu tentang ancaman perang saudara di Irak menjadi headline seluruh media Barat yang diikuti secara 'latah' oleh media-media Indonesia.[]

[disarikan oleh M Labib dari presentasi Dr. O. Hashem]

---------------------------------------------------
Daftar Pustaka
[1] `Utsmân bin Bisyr, Unwân al-Majd fî Târîkh Najd , akkah, 1349, jilid 1, hlm 121-122]
[2] Mohammad Jawad Moghinyah, al-Wahhabiyah fi al-Mizan, hal. 217, Dar Al-Ta'aruf, Beirut]
[3] Ahmad Zaini Dahlan, Fitnah al-Wahhabiyah, 3, Helmi Isik Kitabevi, Istanbul, Turkey].





WAHABIYAH/WAHABI

Oleh
Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani



Pertanyaan
Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani ditanya : Kami sering mendengar
tentang wahabiyah/wahabi dan kami mendengar pula bahwa para pengikut
wahabiyah membenci shalawat atas Nabi Shollalallaahu 'alaihi
wasallam dan tidak mau menziarahi makan Rosulullaah. Lalu sebagian
syeikh mengatakan sesungguhnya Nabi Shollallaahu 'alaihi wasallam
telah mengabarkan keadaan mereka ini saat beliau bersabda, "najed
adalah tanduk Syeitan." Bagaimanakah jawaban anda mengenai hal ini ?

Jawaban
Pada hakikatnya pertanyaan ini, sangat disayangkan, sangat mengakar dan
mempengaruhi kaum muslimin. Adapun iklim yang telah menunjang tumbuhnya
opini seperti ini dahulu adalah faktor politik, namun masa bagi faktor tsb
telah lama berlalu dan berakhir. Sebab, ia hanyalah manufer politik yang
sengaja dilancarkan oleh kerajaan Turki tanpa landasan sama sekali, tapi
sekedar mengalihkan perhatian.

Politik tersebut diciptakan oleh kerajaan Turki pada saat munculnya seorang
ahli ilmu dan tokoh pembaharu yang bernama Muhammad bin Abdul Wahhab, yang
berasal dari bagian negeri Najed. Tokoh tersebut mengajak orang-orang
disekitarnya kepada keikhlasan, beribadah kepada Allah semata tanpa
menyekutukan-Nya dengan sesuatu apapun. Di antara fenomena kesyirikan itu,
sangat disayangkan, masih saja ditemukan di sebagian negeri Islam, berbeda
dengan negeri tempat munculnya sang pembaharu Muhammad bin Abdul Wahhab.
Negeri tersebut hingga saat ini, Alhamdulillah, tidak ditemukan padanya
salah satu jenis syirik. Sementara fenomena syirik demikian marak di
sebagian besar negeri Islam yang lain, Sebagai contoh, figur Khomaini dan
saat meninggalnya serta pengumuman penunjukan makan beliau sebagai Ka'bah
(tempat menunaikan haji) bagi penduduk Iran, ini merupakan bukti nyata dan
berita tentang hal ini masih hangat bagi kalian.

Sang tokoh, Muhammad bin Abdul Wahhab, ketika naik ke permukaan dalam rangka
berdakwah untuk beribadah hanya kepada Allah, sangat bertepatan dengan
hikmah yang dikehendaki Allah. Pada saat itu, di negeri tersebut terdapat
seorang pemimpin di antara sekian pemimpin negeri Najed, beliau adalah Su'ud
leluhur keluarga yang saat ini sedang memerintah Saudi. Akhirnya syaikh dan
pemimpin tersebut bekerja sama, ilmu dan pedang pun saling membantu. Mereka
mulai menyebarkan dakwah tauhid di negeri Najed, mengajak manusia sekali
waktu dengan lisan dan di waktu yang lain dengan pedang. Siap yang menyambut
ajakan, maka itulah yang diharapkan. Sedang bila tidak demikian, maka tidak
ada jalan lain kecuali menggunakan kekuatan.

Dakwah tersebut berhasil menyebar hingga sampai ke negeri-negeri yang lain.
Sementara perlu diketahui bahwa saat itu negeri Najed serta wilayah
sekitarnya seperti Irak, Yordan, dan wilayah-wilayah lain berada di bawah
kekuasaan Turki sebagai khilafah turun-temurun. Kemudian tokoh ini dengan
ilmunya serta pemimpin tersebut dengan kepemimpinannya mulai populer. Dari
sini, penguasa Turki merasa khawatir jika muncul di dunia Islam satu
kekuatan yang mampun menyaingi kekuasaan Turki. Maka, mereka
berkehendak membabat habis dakwah ini sebelum sempat beranjak dari negeri
kelahirannya. Hal itu mereka tempuh dengan cara menggencarkan propaganda
bohong mengenai dakwah tersebut, sebagaimana terungkap dalam pertanyaan di
atas ataupun pernyataan serupa yang sering kita dengar. (dan hal yang sama
dilakukan oleh orang-orang jahil tentang Islam yang Haq, pen)

Di atas telah aku katakan, bahwa faktor utamanya adalah konflik politik,
akan tetapi konflik politik tersebut telah berakhir dan bukan tujuan kami
hendak membahas sejarah. Adapun faktor lain yang turut andil bagi
tersebarnya opini tidak benar terhadap dakwah ini adalah ketidaktahuan
sebagian orang terhadap hakikat dakwah ini. Hal ini mengingatkan ku akan
suatu cerita yang pernah aku baca di sebuah majalah, yaitu bahwa dua orang
laki-laki sedang bertukar pikiran mengenai jalan dakwah Muhammad bin Abdul
Wahhab yang mereka cap dengan sebutan Wahabiyah. Kalau saja manusia mau
memikirkan apa yang akan mereka katakan, niscaya pemberian cap ini saja
sudah cukup membuktikan kesalahan mereka dalam menyikapi dakwah ini. Sebab
kata Wahabiyah bila ditelusuri merupakan pecahan dari kata dasar Wahab. Lalu
siapakah Al-Wahab itu ? tidak lain adalah Allah Tabaraka Wata'ala.

Kalau begitu, pemberian cap bagi dakwah ini dengan sebutan Wahabiyah justru
menjadikannya mulia dan bukan malah meruntuhkannya. Akan tetapi sebutan itu
sama seperti apa yang mereka katakan tentang kami di Suriah, "Di telinga
mereka, hal itu adalah sesuatu yang menakutkan sekali". Begitu juga
perkataan "Wahabiyah tidak memiliki keyakinan terhadap Rosul, atau mereka
tidak beriman kepada Allah Ta'ala.

Pembahasan ini telah mengingatkanku akan dua orang yang bertukar pikiran
tsb. Seorang yang bodoh mengklaim bahwa golongan Wahabiyah hanya beriman
kepada Allah, adapun Muhammad Rosulullaah tidak menjadi bagian keyakinan
mereka. Tidak ada yang mereka ucapkan kecuali "Laa Ilaha Illallaah (Tidak
ada sembahan yang hak kecuali Allah).

Sehubungan dengan ini, di Negeri Syam ada cerita yang mesti aku sampaikan.
Mereka biasa mengatakan "Mobil duta besar Saudi lewat dan ternyata diiringi
oleh bendera melambai-lambai bertuliskan Laa Ilaha Illallaah wa Muhammad
Rosulullaah. Wahai kaum muslimin, bertakwalah kalian kepada Allah. Bagaimana
kalian mengatakan terhadap orang-orang itu bahwa mereka tidak beriman
kecuali hanya kepada Allah, sementara bendera mereka merupakan satu-satunya
bendera di dunia yang bertuliskan simbol Tauhid, dimana Rosulullaah telah
bersabda tentang hal itu, "Aku diperintahkan untuk memerangi manusia hingga
mereka bersaksi tidak ada sembahan yang berhak disembah selain Allah dan
Muhammad adalah Rosulullaah. Apabila mereka mengatakan hal itu, sungguh
telah terlindung dariku harta dan darah mereka. Adapun Hisab (perhitungan
amalan) mereka terserah kepada Allah". Mengapa kalian melancarkan tuduhan
dusta kepada mereka ? Lihatlah, bendera mereka ini menjulang tinggi untuk
mengungkapkan keimanan yang ada dihati mereka.

Ini dari satu sisi, sementara dari sisi lain yang lebih besar dan lebih
penting, "Mungkin saja dikatakan bahwa bendera tsb hanyalah kepalsuan, yakni
sekedar propaganda yang memiliki maksud tersendiri..dan seterusnya", Akan
tetapi, tidaklah mereka perhatikan bagaimana hingga saat ini manusia
melaksanakan haji setiap waktu dengan nyaman dan aman. Keadaan seperti ini
tidak pernah dinikmati (setelah masa Rosulullah dan beberapa Khalifah
terdahulu = tambahan saya sendiri) pada masa kekuasaan Turki yang telah
melancarkan tuduhan dusta untuk merusak citra dakwah ini. Kalian semua
mengetahui bahwa seringkali terjadi pada bapak-bapak kita, terlebih
kakek-kakek kita, bila hendak berangkat menunaikan haji harus menyertakan
pasukan bersenjata demi untuk mengamankan jamaah haji tsb dari para penyamun
dan perampok.

Maha suci Allah, kondisi ini telah berakhir. Namun dengan sebab apa? Tentu
saja dengan sebab politik yang diterapkan oleh jamaah yang mereka namakan
golongan wahabiyah hingga saat ini.

Seandainya bendera yang melambaikan keimanan shahih dan tauhid yang benar
disertai keimanan bahwa Muhammad adalah Rosulullah itu hanyalah pernyataan
palsu dan kedustaan belaka, namun tidakkah kalian perhatikan bagaimana
mereka demikian tekunnya di dalam Masjid untuk beribadah kepada Allah
Ta'ala. Mereka mengumandangkan adzan sebagaimana adzan yang dikumandangkan
di seluruh negeri Islam lainnya. Demi Allah, kecuali tambahan yang biasa
diucapkan pada bagian awal dan akhir adzan seperti yang terdapat di berbagai
negeri Islam lain. Sesungguhnya tambahan ini tidaklah ditemukan di sana
(Saudi). Hal itu mereka lakukan dalam rangka menerapkan Sunnah, bukan
sebagai fenomena pengingkaran terhadap Rosul Islam serta Rosul bagi manusia
secara keseluruhan. Akan tetapi semata-mata hanyalah untuk mengikuti
generasi salaf. Semua kebaikan adalah dengan mengikuti golongan salaf,
sementara segala keburukan terdapat pada bid'ah dan kaum khalaf.

Hingga saat ini, manusia menunaikan ibadah haji dan mendengarkan adzan
dengan kalimat persaksian akan keesaan Allah serta persaksian terhadap
Nabi-Nya sebagai pengemban Risalah. Kemudian mereka sholat seperti sholat
yang kita lakukan, dan bersholawat terhadap Rosul setiap kali namanya
disebut. Barangkali mereka lebih banyak bersholawat dibandingkan orang-orang
yang menuduh bahwa mereka tidak mencintai dan tidak mau bersholawat atas
Rosul.

Wahai jamaah sekalian, takutlah kalian kepada Allah. Kedustaan yang
digemborkan ini telah dibantah oleh kenyataan kondisi mereka. Sebab tidak
mungkin bagi mereka memperturuti keinginan orang-orang yang berada di negeri
mereka. Akan tetapi yang mereka tampilkan tidak lain lahir dari lubuk hati,
keimanan terhadap kalimat "Laa ilaha Illallaah wa anna Muhammad Rosulullaah"
serta semangat untuk mengikuti manhaj Rosulullaah shollallaahu 'alaihi
wasallam tanpa menambah, tidak tidak aku katakan tidak mengurangi. Sebab
kekurangan adalah tabiat manusia, tidak ada manusia yang mampu untuk
menghindar darinya. Akan tetapi dari segi Akidah tidak dilebihkan dan tidak
dikurangi dari yang semestinya. Sedangkan dari segi ibadah tidak dilebihkan
namun bisa saja kurang dari yang semestinya. Misalnya sebagian mereka tidak
melakukan sholat di waktu malam di saat manusia tertidur, dan ini adalah
kekurangan. Namun kekurangan ini tidak mempengaruhi akidah serta tidak
mengurangi nilai keislaman yang dimiliki. Kalimat Wahabiyah masih saja
dijadikan bahan untuk melakukan tuduhan suatu kelompok masyarakat mengenai
perkara-perkara yang mereka berlepas dari darinya sebagaimana dikatakan
"terbebasnya serigala dari darah putra Ya'qub."

Wallaahu a'lam bisshowab

[Sumber : Fatawa Asy-Syaikh Al-Albani wa Muqaranatuha bi fatawa Al-'Ulama.
Penyusun : Ukasyah Abdul Manan Athaiby, cetakan kedua 1995. Penerbit :
Maktabah Ats-Tsurats Al-Islami, Cairo]