Sabtu, 24 November 2007

Merawat Luka

Tidak sedikit penderita kanker yang menderita luka-luka karena berbagai sebab: bekas operasi, efek radiasi , terlalu lama berbaring, terjatuh, atau pertumbuhan sel-sel kanker sampai ke luar kulit. Sebagian di antaranya merupakan luka kronis yang tidak sembuh dalam waktu 14 hari. Supaya tidak menimbulkan infeksi dan menjadi semakin parah, luka memerlukan perawatan khusus.
Luka Baru

Luka baru, terutama yang kotor, sebaiknya dibersihkan dengan air dan sabun. Kemudian segera dikeringkan dengan kain bersih, bukan tisu, sebab serpihan tisu yang menempel di atas luka dapat menjadi tempat kuman berkembang biak, sehingga menghalangi tumbuhnya jaringan granulasi dan jaringan epitel yang akan menutup luka.

Bila lukanya dangkal dan terdapat di bagian tidak bergerak, ada baiknya dibiarkan terbuka. Cara ini membuat proses penyembuhan berjalan lebih cepat. Antiseptik atau salep antibiotik tidak diperlukan, bila lukanya bersih.

Bila lukanya dalam atau kotor sebaiknya ditutup dengan kasa steril; jangan menggunakan kapas atau tisu dengan alasan sama seperti di atas. Bila ada perdarahan segera hentikan dengan menekan tempat keluarnya darah menggunakan kain kasa steril yang dingin (atau sambil dikompres dengan es), dan baru dilepas bila perdarahan sudah berhenti.

Menggunakan antiseptik untuk luka segar dapat dibenarkan untuk membunuh kuman. Kadang dipakai salep antibiotik, tetapi sebaiknya tidak dilakukan pada tiap luka, untuk mencegah kuman menjadi kebal.

Jika luka yang terjadi cukup besar, mengalami perdarahan cukup banyak, mengalami perdarahan di dalam, atau menampakkan tanda-tanda infeksi (merah, bengkak, bernanah), sebaiknya segera dibawa ke dokter atau rumah sakit terdekat.

Luka Operasi

Untuk mempercepat penyembuhan, luka bekas operasi sebaiknya dijaga agar tidak terkena air. Untuk itu penderita disarankan tidak mandi, cukup menyeka tubuhnya. Perawatan luka dilakukan oleh dokter/paramedis di rumah sakit. Biasanya perban baru dibuka setelah beberapa hari, saat dokter mengangkat benang jahitan. Tetapi jika perban basah, berdarah, atau kulit di sekitar luka memerah dan nyeri, segeralah berkonsultasi dengan dokter.

Luka Kronis

Normalnya, sebuah luka (termasuk luka operasi) akan sembuh dalam waktu maksimal 14 hari. Tetapi luka akibat pertumbuhan sel kanker, luka bakar, luka akibat diabetes, atau luka akibat terlalu lama berbaring, sulit diharapkan sembuh dalam jangka waktu tersebut.

Luka kanker disebabkan oleh pertumbuhan sel kanker sampai menembus lapisan dermis dan/atau epidermis kulit, sehingga menonjol keluar atau bentuknya menjadi tidak beraturan. Sel kanker yang menonjol keluar kulit umumnya berupa benjolan yang keras, sukar digerakkan, berbentuk seperti jamur atau bunga kol, mudah terinfeksi, jika tersentuh mudah berdarah. Tidak jarang benjolan ini kemudian pecah menjadi luka terbuka, mengeluarkan lendir/cairan, dan berbau tidak sedap.

Prinsip-prinsip Perawatan Luka
Ada dua prinsip utama dalam perawatan luka kronis semacam ini. Prinsip pertama menyangkut pembersihan/pencucian luka. Luka kering (tidak mengeluarkan cairan) dibersihkan dengan teknik swabbing, yaitu ditekan dan digosok pelan-pelan menggunakan kasa steril atau kain bersih yang dibasahi dengan air steril atau NaCl 0,9 %.

Sedang luka basah dan mudah berdarah dibersihkan dengan teknik irrigasi, yaitu disemprot lembut dengan air steril (kalau tidak ada bisa diganti air matang) atau NaCl 0,9 %. Jika memungkinkan bisa direndam selama 10 menit dalam larutan kalium permanganat (PK) 1:10.000 (1 gram bubuk PK dilarutkan dalam 10 liter air), atau dikompres larutan kalium permanganat 1:10.000 atau rivanol 1:1000 menggunakan kain kasa.
Cairan antiseptik sebaiknya tidak digunakan, kecuali jika terdapat infeksi, karena dapat merusak fibriblast yang sangat penting dalam proses penyembuhan luka, menimbulkan alergi, bahkan menimbulkan luka di kulit sekitarnya. Jika dibutuhkan antiseptik, yang cukup aman adalah feracrylum 1% karena tidak menimbulkan bekas warna, bau, dan tidak menimbulkan reaksi alergi.

Norit juga sering dianjurkan untuk ditaburkan di luka kronis basah, mengandung nanah, dan sulit sembuh. Untuk ini sebaiknya dipakai bubuk norit halus bersih dari botol, bukan dari gerusan tablet. Dokter akan memberi petunjuk lebih jauh tentang hal ini, atau memberi resep tersendiri sesuai kondisi luka.

Prinsip kedua menyangkut pemilihan balutan. Pembalut luka merupakan sarana vital untuk mengatur kelembaban kulit, menyerap cairan yang berlebih, mencegah infeksi, dan membuang jaringan mati.
Memilih Pembalut

Saat ini ada berbagai macam pembalut luka modern yang bisa dipakai sesuai kondisi/kebutuhan luka masing-masing. Di antaranya, pembalut yang mengandung calsium alginate, hydroactive gel, hydrocoloid, nystatin, dan metronidazole. Dengan pembalut semacam ini, luka tidak perlu dibuka dan dibersihkan setiap hari, cukup beberapa hari sekali.
Calsium alginate yang berbahan rumput laut, berubah menjadi gel jika bercampur dengan cairan luka. Karenanya dapat menyerap cukup banyak cairan luka, merangsang proses pembekuan darah, dan mencegah kontaminasi bakteri pseudomonas.

Hydroactive gel dapat membantu proses pelepasan jaringan mati (nekrotik). Sedang hydrocoloid yang berbentuk lembaran tebal/tipis atau pasta dapat mempertahankan kelembaban luka, menyerap cairan, menghindari infeksi. Cocok untuk luka yang merah, bengkak, atau mengalami infeksi.

Nystatin yang dikombinasikan dengan metronidazole dan tepung maizena digunakan untuk mengurangi iritasi/lecet, menyerap cairan yang tidak terlalu berlebihan, dan mengurangi bau tidak sedap. Tidak beda dengan campuran calsium alginate dan karbon yang juga berfungsi menyerap cairan dan mengontrol bau tidak sedap.

Ada juga pembalut yang mengandung aquacel, yang terbuat dari selulosa berdaya serap sangat tinggi; atau pembalut mengandung campuran zinc dan metronidazole yang dapat membantu pelepasan jaringan mati, menjaga kelembaban, mengurangi bau, dan mudah dibuka. Tetapi pembalut jenis ini tidak boleh digunakan pada saat radiasi.

Tanpa pembalut-pembalut modern itu, kasa steril dan obat luka yang diberikan dokter sudah cukup. Yang penting bersihkan luka, keringkan (termasuk kalau berdarah, bersihkan dulu darahnya), obati, kemudian tutup dengan kasa steril dan perekat.
Tetapi ada juga luka kanker yang tidak perlu ditutup pembalut. Misalnya luka di dalam mulut dan tenggorokan akibat kanker nasofaring, atau akibat kemoterapi dan radiasi di area kepala-leher-dada. Untuk mencegah infeksi Anda bisa menggunakan obat kumur yang mengandung mycostatin dan garam, atau membuat sendiri obat kumur dari campuran ½ sendok teh baking soda dan ½ sendok teh garam dilarutkan dalam segelas besar air hangat.

Prinsip perawatan luka yang lain adalah tidak boleh membuat sebuah luka menjadi luka baru (berdarah) lagi, karena itu berarti harus memulai perawatan dari awal lagi. Juga, harus bisa mengontrol bau tidak sedap, mengatasi cairan yang berlebih, mengontrol perdarahan, mencegah infeksi, mengurangi nyeri , dan merawat kulit di sekitar luka.

Yang penting diperhatikan dalam merawat luka adalah selalu menjaga kebersihan. Selalu mencuci tangan dengan sabun sebelum dan sesudah merawat luka, selalu menjaga kebersihan luka, menjaga agar pembalut/penutup luka selalu bersih dan kering. Hindari tindakan menggaruk luka atau kulit di sekitar luka.

Segeralah berkonsultasi ke dokter jika ada tanda-tanda infeksi, yaitu kulit di sekitar luka berwarna merah, bengkak, suhu tubuh meningkat, nyeri, mengeluarkan bau tidak sedap (yang berbeda dari biasanya), mengeluarkan cairan berwarna kekuningan atau kehijauan, atau mengalami perdarahan yang sulit dihentikan.

Lepas dari itu semua, mengkonsumsi makanan bergizi tinggi dan seimbang akan mempercepat penyembuhan luka.

Madu yang Multiguna

BERBAGAI kelebihan madu sebagai makanan bergizi tinggi sudah diketahui sejak zaman Mesir maupun Yunani kuno. Zaman Mesir kuno, larutan madu bukan hanya sebagai sumber makanan, tetapi juga pengawet yang luar biasa: dari daging binatang buruan untuk persediaan konsumsi sampai mumifikasi jenazah yang tahan ribuan tahun.
Madu dihasilkan oleh lebah madu. Dalam satu koloni lebah madu, terdapat seekor lebah ratu, beberapa ratus lebah jantan, dan lebah pekerja yang bisa mencapai 100.000 ekor.
Ukuran lebah ratu dua kali lebih panjang dan 2,8 kali lebih berat dari lebah pekerja. Tugasnya hanya menghasilkan telur dengan jumlah 1.000-2.000 butir. Telur yang dibuahi setelah lebah ratu kawin dengan lebah jantan menghasilkan lebah pekerja dan kadang lebah ratu baru. Bila dalam satu koloni ada dua lebah ratu, maka yang satu akan meninggalkan koloni dengan pengikutnya.
Sementara telur yang tidak dibuahi menghasilkan lebah jantan. Tugas lebah jantan hanya mengawini lebah ratu. Karena itu, umurnya pun pendek, hanya tiga bulan.
Tugas utama lebah pekerja adalah mengumpulkan nektar atau tepung sari untuk membuat madu. Tugas ini amat menakjubkan, karena mereka bisa mencari bahan madu dari bunga mekar yang jaraknya dari sarang bisa beberapa kilometer.
Dalam keadaan tanpa muatan, seekor lebah bisa terbang dengan kecepatan 65 kilometer per jam. Bila tengah membawa nektar, kecepatannya tinggal 30 kilometer per jam.
Untuk membuat 100 gram madu, lebah harus mendatangi tidak kurang dari satu juta tangkai bunga. Nektar diangkut dalam kantung tepung di kakinya. Di dalam sarang, nektar diolah menjadi madu, lilin, dan royal jelly yang menjadi makanan utama lebah ratu. Umumnya satu sarang menghasilkan sekitar 150 kilogram madu setiap musim.
Peternakan lebah madu seperti di Australia yang sudah maju, juga menanam bunga-bunga sumber nektar sebagaimana halnya peternak sapi menyediakan hijauan sumber pakannya. Tidak mengherankan pula bila madu yang dihasilkan juga berbeda-beda, tergantung sumber nektarnya. Ada madu apel, madu pir, madu anggur, dan sebagainya.
Di Indonesia, meski tidak sesempurna di negara maju, sebenarnya juga punya beberapa jenis madu. Ada madu sumbawa yang nektarnya berasal dari hutan kawasan Pulau Sumbawa, madu kalimantan atau madu lampung, dengan warna, bau, dan rasa yang berbeda.
Di samping faktor jenis bunga, kualitas dan kuantitas madu juga dipengaruhi oleh jenis lebahnya.
***
KHASIAT madu berasal dari kandungannya yang beragam. Ada berbagai jenis enzim seperti diastase, invertase, katalase, peroksidase, dan lipase yang membantu proses pencernaan sehingga memperlancar metabolisme. Sejumlah asam amino seperti asam malat, tartarat, sitrat, laktat, juga berperan dalam metabolisme.
Ada pula mineral seperti magnesium, belerang, fosfor, besi, kalsium, khlor, natrium, yodium, serta kalium dalam bentuk garam-garamnya, yang dibutuhkan tubuh agar tetap bugar. Kandungan garam mineral ini serupa dengan kandungan garam mineral darah manusia sehingga mengonsumsi madu tidak akan berdampak negatif pada darah.
Menurut dr Filatof, ophthalmologis dari Rusia, madu pun mengandung perangsang biogenik yang berperan meningkatkan kesegaran.
Di dalam madu masih terkandung biose atau zat pengatur tumbuh yang mempercepat pertumbuhan akar, tunas, serta pembungaan pada tanaman, selain zat antibakteri sehingga bisa membantu mencegah infeksi pada luka.
Vitamin pada madu antara lain B2 (riboflavin) dan B6 (pirodoksin) yang berperan dalam metabolisme protein dan mencegah penyakit kulit. Ada pula B3 (asam pantotenat) dan H (biotin) yang berperan dalam metabolisme lemak dan protein serta menghambat penyakit kulit seperti eksim dan herpes.
Oleh karena itu pula, madu banyak dimanfaatkan untuk kosmetik. Sejak Zaman Mesir dan Yunani kuno, madu digunakan di wajah agar tetap cantik, bersih, dan menghilangkan noda-noda. Sifat antibiotiknya bisa digunakan dalam sampo untuk mencegah ketombe.
Namun, ada juga madu yang membawa bencana. Alkisah, pasukan Yunani pada tahun 400 sebelum Masehi baru pulang dari medan perang. Di hutan yang dilewati, mereka menemukan madu dan dimakan ramai-ramai. Tak lama kemudian, banyak prajurit muntah-muntah dan tidak sedikit yang meninggal. Mengapa demikian?
Ternyata, nektar yang berasal dari bunga beracun seperti rododendron, azalea, andromeda, kalmia, atropa, datura, euphorbia, gelsemium, melaleuca, dan agave, juga menghasilkan madu beracun.
Namun, hal ini tak perlu membuat takut mengonsumsi madu. Soalnya, saat ini amat jarang terdengar adanya kasus keracunan gara-gara mengonsumsi madu.


Prof H Unus Suriawiria Dosen senior ITB, pemerhati bioteknologi dan agroindustri.