Senin, 16 November 2009

Mari berbagi saudaraku...

Beberapa kali simbah ikut Jum’atan akhir-akhir ini, sang khatib hampir selalu membahas yang namanya bencana alam yang sedang menimpa beberapa daerah di tanah air. Gaya dan karakter materinya hampir sama, yakni memvonis korban. Hampir semua penceramah, tidak hanya di khutbah, membahas bencana yang terjadi sebagai adzab yang dikirim Allah. Yang sekaligus tersirat makna bahwa korban bencana alam adalah pihak yang pantas dihukum. Apalagi ada kyai mengaitkan jam terjadinya yakni pukul 17.16 dengan nomer surat dan ayat dalam Al Qur’an, yakni surat 17 (Al Isra) ayat 16. Wah.. ini mah gaya gathuk enthuk. Setali tiga duit sama dukun klenik.

Simbah kadang mencoba memposisikan diri seandainya simbah korbannya, pasti sangat sakit jika di saat kehilangan harta benda, sanak family, lalu tiba-tiba divonis dengan perkataan, “Emang pantes diadzab elo pade.” Dan ngomongnya di depan mimbar, didengar ratusan bahkan ribuan orang.

Satu contoh kasus saja, sewaktu di jalan raya mendadak ada pemuda sok jagoan bergaya bromocorah, naik motor dengan ugal-ugalan bak orang buta warna, karena lampu merah diterjang seenak udel. Dasar lagi apes atau memang hukum sebab akibat berlaku, tiba-tiba ban depannya nggiles muntahan orang gila dan keplesetlah si jagoan bromocorah tadi dengan mantabhnya. Sudah wajahnya nyungsep di parit, motornya babak bundhas lagi. Dalam kondisi seperti itu saja yang paling bijaksana adalah memberikan pertolongan dengan segera. Karena kalo tidak, sang korban bisa-bisa mati ngenggon (di tempat). Masalah akhirnya si pemuda itu nantinya dinasehati, itu entar ajalah. Tapi tentu saja nasehat diperlukan, biar nantinya tidak ugal-ugalan.

Padahal sebenarnya bencana yang menimpa ini merupakan ujian BAGI SEMUA. Bagi yang kena musibah Allah ingin menguji seberapa sabar hamba-Nya menanggung ketentuan yang Dia tetapkan. Mengeluh apa tidak dengan jatah yang diberikan-Nya, kufur apa tidak dengan adanya nikmat yang masih Allah berikan di tengah bencana tersebut, dan sederet pertanyaan ujian yang ingin dilihat Allah jawabannya dari orang yang diuji-Nya.

Sedangkan bagi kita yang tidak kena musibah, kita diuji bagaimana respon kita kalau saudaranya kena musibah, mau mbantu apa kagak, mau menenangkan apa menyalahkan, mau meringankan apa malah memberatkan? Ujian Allah itu ditunggu jawabannya dari kita yang masih terhindar dari bencana. Kalau gagal ujian, tidak menutup kemungkinan justru berikutnya kita tidak diuji dengan “selamat dari bencana”, bahkan mungkin kitalah yang akan diuji dengan “ditimpa bencana”.

Cobalah berhusnuzhon dengan berbaik sangka pada saudara kita yang terkena bencana. Caranya bisa bermacam-macam, asal jangan langsung memvonis kalo bencana yang menimpa merupakan kiriman adzab. Ini menyebabkan yang mau nyumbang jadi males. Lah gimana mau simpati mau mbantu kalo korbannya dicap sebagai orang yang pantas dihukum?

Saat ini simbah hanya bisa berhusnuzhon bahwa ini adalah jalan yang diberikan Allah untuk memberikan derajat syahid bagi saudara-saudara muslim yang kematiannya menurut hadits shahih bisa masuk kategori syahid, yakni mati tertimpa. Tentu saja yang mati lagi nyabu di diskotek trus ketimpa sound system sampai duut van modiyar nggak termasuk kriteria ini. Yang jelas mari kita bantu saudara kita yang tertimpa bencana sebagai jawaban ujian Allah bagi kita. Biar saudara kita yang tertimpa bencana bisa menjawab ujian Allah dengan kesabaran mereka dengan support bantuan dari kita.

Mari bergabung dengan IMANI Peduli untuk saudara kita di Sumatera Barat.

Sumbangan barang atau benda dapat diserahkan ke kantor IMANI Yoyakarta Jl. Kapten Tendean No. 59 Yogyakarta. Sumbangan uang dapat dikirim melalui Bank Muamalat Indonesia No. rekening 905 3389099 a.n. Sugeng.

Salam Sejahtera dan Semoga Bahagia

Sugeng Jitowiyono, SKep, Ners.