Sabtu, 13 Februari 2010

PAGAR MORAL

Perbuatan yang tidak pantas ataupun kemaksiatan sebenarnya memiliki pager moral yang sebelumnya sudah terbentuk secara alami dan fitrah. Pagar ini dibawa dan dibekalkan pada manusia sejak lahirnya. Sehingga perbuatan yang buruk pasti akan dirasakan memalukan jika dilakukan secara terbuka ataupun di muka umum. Walaupun sebenarnya secara pribadi ada sisi kenikmatan ketika seseorang melakukan hal yang kurang senonoh, maksiat ataupun dosa besar sekalipun.

Namun ketika pagar moral masing-masing amal maksiat dan tak senonoh itu ambruk, dan ambruknya ini sudah pasti ada yang memulai , maka yang muncul adalah aksi maksiat dilakukan tanpa malu, dan aksi tak senonoh menjadi tidak tabu lagi dipertontonkan.

Maka di masa dahulu, hal yang sungguh memalukan manakala seorang wanita tampak betisnya di muka umum. Pagar ini terjaga hingga akhirnya roboh ketika beberapa wanita yang bersedia menjadi pionir berani mempertontonkan tidak hanya betis, tapi juga paha dan selangkangan mereka. Awalnya banyak yang protes. Hingga akhirnya suara protes itu lama-lama tenggelam dan dianggap kuno. Sementara suara lantang yang mendukung aksi keterbukaan auroth itulah yang makin kenceng dan dianggap modern. Bahkan justru datang dari kalangan wanita sendiri, yang katanya tak ingin didikte caranya berpakaian (tapi mau didikte oleh arus fashion). Yang modern adalah yang makin tinggi roknya, makin tipis bahan kainnya dan makin menampakan sisi kefeminiman.

Di masa lampau, hamil di luar nikah adalah hal tabu memalukan. Semua bangsa dan suku pernah mengalami masa dengan pagar moral semacam ini. Tiba-tiba pagar moral ini diterjang oleh aksi zina demonstratip dengan banyak sebutan, diantaranya “kumpul kebo”, dan tiba-tiba masyarakat jadi permisif dengan kelakukan ini. Dan jika kita mau perhatikan, pagar moral yang fitrah dan alami sudah mulai hilang. Roboh satu-persatu oleh pionir kemaksiatan yang tak pernah dicegah, ditegur ataupun dihukum dengan pantas.

Padahal satu bangsa atau umat manakala pagar moralnya runtuh, semuanya jadi pantas namun bejat. Akan tampak di depan mata umum perbuatan maksiat dilakukan tanpa malu. Pejabat minta sogok tidak malu. Guru minta amplop agar anak didik naik ranking pun tak malu. Korupsi triliunan terbongkar tidak malu. Mahasiswa tawuran tidak tahu malu. Pelajar mbunuh pelajar malah bangga dan tidak malu. Wanita jual kehormatan tidak malu, malah dikonteskan.

Penjebol dan perubuh pagar moral ini makin banyak berkeliaran. Ada yang berwujud artis, pejabat, LSM, profesional, kere, kyai, dlsb. Dengan robohnya pagar moral, roboh juga rasa malu. Jika sudah tidak punya malu, segalanya jadi pantas. Tak heran, malu adalah salah satu cabang iman. Tak punya malu berarti tercabut satu cabang keimanan.
SEMOGA ALLOH SWT MEMBUKA PINTU SURGA UNTUK KITA

Perbuatan yang tidak pantas ataupun kemaksiatan sebenarnya memiliki pager moral yang sebelumnya sudah terbentuk secara alami dan fitrah. Pagar ini dibawa dan dibekalkan pada manusia sejak lahirnya. Sehingga perbuatan yang buruk pasti akan dirasakan memalukan jika dilakukan secara terbuka ataupun di muka umum. Walaupun sebenarnya secara pribadi ada sisi kenikmatan ketika seseorang melakukan hal yang kurang senonoh, maksiat ataupun dosa besar sekalipun.

Namun ketika pagar moral masing-masing amal maksiat dan tak senonoh itu ambruk, dan ambruknya ini sudah pasti ada yang memulai , maka yang muncul adalah aksi maksiat dilakukan tanpa malu, dan aksi tak senonoh menjadi tidak tabu lagi dipertontonkan.

Maka di masa dahulu, hal yang sungguh memalukan manakala seorang wanita tampak betisnya di muka umum. Pagar ini terjaga hingga akhirnya roboh ketika beberapa wanita yang bersedia menjadi pionir berani mempertontonkan tidak hanya betis, tapi juga paha dan selangkangan mereka. Awalnya banyak yang protes. Hingga akhirnya suara protes itu lama-lama tenggelam dan dianggap kuno. Sementara suara lantang yang mendukung aksi keterbukaan auroth itulah yang makin kenceng dan dianggap modern. Bahkan justru datang dari kalangan wanita sendiri, yang katanya tak ingin didikte caranya berpakaian (tapi mau didikte oleh arus fashion). Yang modern adalah yang makin tinggi roknya, makin tipis bahan kainnya dan makin menampakan sisi kefeminiman.

Di masa lampau, hamil di luar nikah adalah hal tabu memalukan. Semua bangsa dan suku pernah mengalami masa dengan pagar moral semacam ini. Tiba-tiba pagar moral ini diterjang oleh aksi zina demonstratip dengan banyak sebutan, diantaranya “kumpul kebo”, dan tiba-tiba masyarakat jadi permisif dengan kelakukan ini. Dan jika kita mau perhatikan, pagar moral yang fitrah dan alami sudah mulai hilang. Roboh satu-persatu oleh pionir kemaksiatan yang tak pernah dicegah, ditegur ataupun dihukum dengan pantas.

Padahal satu bangsa atau umat manakala pagar moralnya runtuh, semuanya jadi pantas namun bejat. Akan tampak di depan mata umum perbuatan maksiat dilakukan tanpa malu. Pejabat minta sogok tidak malu. Guru minta amplop agar anak didik naik ranking pun tak malu. Korupsi triliunan terbongkar tidak malu. Mahasiswa tawuran tidak tahu malu. Pelajar mbunuh pelajar malah bangga dan tidak malu. Wanita jual kehormatan tidak malu, malah dikonteskan.

Penjebol dan perubuh pagar moral ini makin banyak berkeliaran. Ada yang berwujud artis, pejabat, LSM, profesional, kere, kyai, dlsb. Dengan robohnya pagar moral, roboh juga rasa malu. Jika sudah tidak punya malu, segalanya jadi pantas. Tak heran, malu adalah salah satu cabang iman. Tak punya malu berarti tercabut satu cabang keimanan.
SEMOGA ALLOH SWT MEMBUKA PINTU SURGA UNTUK KITA

Sugeng Jitowiyono, S.kep, Ners.

Tidak ada komentar: